Membicarakan tentang perihal anak rantau, ketika seseorang datang dari kampung dan menginjakkan kakinya di kota dengan kehidupan dan kebiasaan yang sangat jelas jauh berbeda sekali. Sebenarnya bahasan mengenai anak rantau terlalu klise, dimana-mana orang mengulas hal yang sama. Tapi bagi saya ini tetap akan saya bahas. Sebenarnya ide untuk mebahas tentang anak rantau ini datang dari seorang teman yang juga adik sepupu saya yang sekarng sedang berkuliah di UNIBBA (Universitas Bale Bandung). Nana Galpian, begitu nama akun facebooknya. Katanya “Cerita dari kampung halaman menuju kota Surabaya kae. Hehehe”. Saat mengomentar salah satu postingan satatus di kolom komentar facebook. Dan menurut saya ini pembahasan yang sangat menarik untuk diperbincangkan karena bahasannya yang sangat luas, memiliki ciri khas masing-masing dan cerita yang tidak pernah ada habisnya.
Berbicara tentang anak rantau bukanlah perkara sederhana. Melangkahkan kaki meninggalkan kampung halaman, jauh dari orang tua, belajar beradaptasi ditanah rantau dan masih banyak cerita lain. Itu menjadi tantangan yang harus dan mau tidak mau anak rantau harus jalani.
Saya sendiri ketika pertama kali menginjakan kaki di tanah rantau rasanya semua seperti sebuah permasalahan. Karena semua dengan kepolosan saya yang baru pertama kali datang ke kota berusaha untuk membiasakan diri dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Dan adaptasi yang sangat lama ketika kita bertemu dengan sebuah tradisi adat istiadat yang sangat jauh berbeda dengan tradisi saya sebelumnya. Apalagi saya datang dari kampung yang sangat jauh dari keramain kota, saya lahir di Teong-Wae Baza sebuah dusun kecil di pulau Flores. Dusun Teong berada didalam daerah pemerintahan Kabupaten Manggarai Timur. Dusun saya berada nun jauh dipedalaman, luput dari keramaian kota. Saya menghabiskan masa kecil hingga lulus SD di Teong. SLTP Widiyarti Loce, itu adalah nama sekolah SLTP saya. Sejak masuk SLTP saya, meninggalkan kampung Teong pergi untuk melanjutkan pendidikan hingga tamat SLTA.
SLTA St. Ignatius Loyola Labuan Bajo disanalah saya mengenyam pendidikan SLTA hingga tamat. Labuan Bajo memang kota tetapi saya tidak terlalu merasakan segala hiruk pikuk kota, sederahan saja mungkin karena saat SLTA saya tinggal di asrama otomatis kehidupan dengan dunia luar dikontrol begitu ketat oleh aturan. Bahkan untuk sekedar keluar asrama saja harus melewati proses dan mekanisme yang benar-benar ditaati oleh segenap penghuni asrama. Jadi, saat itu saya berada di kota pariwisata. Labuan Bajo terkenal dengan kota pariwisata dengan salah satu ikon wisata terkenal di seluruh dunia. Pulau Komodo begitulah nama itu, sebuah pulau dengan salah satu satwa yang hidup didalam pulau itu adalah satwa langka.
Tahun 2010, saya menyelesaikan pendidikan SLTA. Sama seperti anak remaja pada umumnya ketika selesai sekolah ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, termasuk saya saat itu yang walau baru lulus ketika mengikuti ujian kedua. Sebelum dikeluarkannya sistem paket pada ujian akhir. Waktu itu saya bercita-cita melanjukan studi untuk kuliah di STKIP Ruteng saja, pikir saya. Biar lebih dekat dengan orang tua, bila liburan bisa berkumpul dengan keluarga. Iya sperti itulah, pikiran masih polos seorang remaja sembilan belas tahun. Dan cita-cita saya waktu itu ada dua, menjadi guru dan menjadi pastor. Kenapa demikian saya jadi guru biar bisa seperti guru Kepala Sokolah SD saya. Menjadi pastor biar bisa seperti Bapa Kecil saya Bapa Romo, begitu pikir saya waktu itu. Kira-kira seperti itu alasan kenapa saya memilih kedua cita-cita saat itu.
Seiring berjalannya waktu, tibalah saatnya pembukaan pedaftaran mahasiswa baru. Saat itu saya berpikir akan melanjutkan kuliah di Manggarai saja. Dan ternyata Bapa kecil sudah menyiapkan segala persiapan untuk saya, termasuk kemana saya harus melanjutkan kuliah. Awalnya saya berpikir, saya aka didaftarkan di STKIP Ruteng.
Waktu itu, saat malam sehabis makan malam, seperti biasa kami nonton acara tv, Babe menyuruh saya untuk membaca sebuah brosur. Babe sapaan untuk bapa kecil. Segera saja saya meraih brosur yang ada di tangan Babe. Brosur itu adalah brosur pendaftaran mahasiswa baru dari program pendidikan kesehatan. Hmm…. Dalam hati saya berguman, ini sekolah kesehatan. Belum sempat saya bertanya Babe langsung bilang “Saya mau di keluarga kita ada yang sekolah di kesehatan, yang jadi guru sudah ada, nanti yang ikut saya jadi romo ada adik-adik, pokonya keluarga kita harus bisa jadi orang sukseslah. Walaupun kita berasal dari keluarga kecil, kita harus tunjukan kalu kita bisa sukses”. Demikian kata-kata Babe yang saya ingat ketika akhirnya bisa memotivasi saya memutuskan untuk mengabil jurusan kesehatan dan banyak nasihat yang membauat saya semakin tertarik untuk belajar ilmu kesehatan.
Sampai pada suatu hari, saya akhirnya sampai di Pulau Jawa ini. Di kota Sidoarjo saya pertama kalinya belajar beradaptasi dengan budaya, bahasa adat istiadat setemapt. Disinilah untuk pertama kalinya saya belajar bahasa jawa, tau namanya sego itu artinya nasi, jangan itu artinya sayur. Di Sidoarjo saya tinggal dirumah keluarga. Begitulah cerita di tana perantauan kalau kita berasal dari satu daerah adalah keluarga. Jadi kita, kami adalah keluarga besar. Saya tinggal beberapa bulan lamanya di Sidoarjo, sebelum melanjutkan perkuliahan di Surabaya. Saya mendaftarkan diri bersama beberapa teman di sebuah perguruan tinggi kesehatan swasta di Suarabya. Saya akhirnya diterima di jurusan Keperawatan di Stikes William Booth Surabaya. Pertama kali saya masuk kuliah masih bingung-bingung karena masih tidak ada teman untuk diajak ngobrol, iya kalu teman-teman dari satu daerah bisa sama-sama terus. Teman-teman yang lain sibuk dengan temannya. Entahlah, saya pikir tidak usahlah bersedih seperti itu. Hari pertama kuliah memang akan terasa tidak ada kesan yang menarik, pokonya buat biasa saja. Seperti itu. Hari-hari selanjutnya mulai terasa ada suasana senangnya, disitu ada kenalan, tiba-tiba ada yang datang kenalan, ketemu teman-teman yang sama-sama dari luar pulau Jawa. Dan lama-kelamaan pertemanan mengalir dan semakin akrab itulah kesan-kesan awal perkuliahan.
Masuk kuliah memang harus butuh kesabaran dan harus menahan emosi supaya tidak terjaadi permusuhan. Tetapi namanya kuliah pasti ada enaknya dan ada tidak enaknya.  
Awal masuk kuliah itu bisa juga disebut sebagai masa-mas transisi, dimana perubahan dari masa sekolah ke kuliah perlu dilakukan penyesuaian diri. Seperti dari segi berpakayan dan tampil sebagai mahasiswa bukan siswa. Begitu juga dengan proses pengajarannya, jika dulu waktu masih siswa materi kebayakan guru yang berikan saat kuliah mahasiswa harus bisa belajar mandiri dan lebih bisa mengatur waktu untuk belajar. Tetapi tetap saja sama selalu ada tugas yang harus dikumpulkan tepat waktu.
Begitulah setiap proses dalam kehidupan ini, akan tetapi semuanya itu patut dihargai sebagi proses, proses dimana saya dulunya selalu diperhatikan, jadi anak emas, selalu di manja, jadi sekarang bisa jadi lebih baik, bisa hidup mandiri, bisa mengatur waktu dan yang terpenting adalah tetap bersyukur selalu dalam setiap proses perjalanan hidup selama proses itu masih terjadi.
Waktu terus berjalan begitu juga peroses perkuliahan, setiap semester demi semesterpun saya lalui.
Sampailah saya pada titik terakhir proses perkuliahan. Pertanyaannya, lulus dari kuliah, siapa yang tidak senang? Lepas dari skripsi yang membelit hingga selesai dari sidang skripsi dan segala revisi. Rasanya seperti abis keluar dari ruangan yang panas tanpa kipas angin apalagi AC pendingin ruangan, bahagianyanya bukan main, kalau ada sayap mungki sudah terbang balik Flores terus kembali lagi ke Surabaya, seperti itu. Bahagia sekali. Dan itu tidak pernah berpikir selanjutnya apa yang terjadi setelah lulus kuliah.
Perasaan bahagia lulus kuliah seakan tidak pernah ada setelah waktu jauh berlalu,  nilai bagus tidak menjadi jaminan kerja yang menjanjikan saat keterpurukan menghadapi kenyataan.
Dunia kerja begitu banyak saingan, saat kuliah mungkin berpikir setelah lulus cepat dapa kerja, namun ekpektasi itu tak selalu menjadi kenyataan, tantangan selalu menyapa dunia persaingan. Terbatasnya lapangan kerja membuat persaingan tidak bisa terhindarkan hingga sebagian tenaga kerja tak terserap didunia kerja. Pengangguran tak memandang latar belakang pendidikan, kerja serabutan tidak melihat ijasah apa yang kau miliki demi dapat nilai rupiah. Terkadang keberuntungan sangat diperlukan. Ujian kedewasaan ini datang menguji kematangan mental. Seberapa kuat saya menghadapi rintangan yang ada untuk menjadi seseorang yang mapan di kemudian hari, tekad harus terpatri kuat untuk menjadi sukses. Selepas pelantikan di tahun 2015 saya tetap mencari lowongan pekerjaan, sudah keliling kota Surabya untuk kasih lamaran tak satupun yang memanggil. Akirnya saya memutuskan untuk bekerja apa saja diluar bidang ilmu yang saya tekuni yang terpenting halal dan bisa mengahasilkan. Mula-mula bekerja di gudang tripleks, di jalan Industri Buduran-Sidoarjo. Tak berapa lama orderan selesai dan melanjutkan kerja di Pabrik plastik di MJP Wonoayu.
Untuk kalian yang mau lulus, fikirkan terbaik langkah selanjutnya yang dapat anda lakukan, karena dunia yang sebenarnya baru akan datang setelah kalian lulus kuliah, jangan salah memilih, pilih yang menjadi pilihan terbaik.
Setelah beberapa bulan bekerja di MJP Wonoayu, baru saya mendapat panggilan, setelah berbulan-bulan saya membagi surat lamaran kerja saya. Panggilan pertama gagal di test tulis. Tetapi saya tetap berusah terus bersabar dan bersyukur. Datang pula panggilan yang kedua, di panggilan yang kedua setelah melewati proses seleksi dan test tulis dan wawancara, saya harus menalami lagi yang namanya kegagalan untuk kedua kalinya. Gagal di psikotest. Dan sejak dari itu saya berpikir bahwa, ini sebuah kesalahan, saya salah mengabil jurusan. Sakit rasanya mengalami kegagalan itu, sangat kecewa. Saya berkeputusan untuk tidak mau bekerja sesuai dengan apa yang pernah menjadi impian dari saya sendiri dan orang tua yaitu menjadi tenaga kesehatan. Dan saya fokus kerja apa saja yang penting bisa bekerja dengan tidak mengurangi rasa syukur saya.
Tahun 2015 ke tahun 2016 itu merupakan rentang waktu yang begitu lama dan mungki sangat lama. Dan waktu yang cukup lama membunuh segala pengetahuan saya tentang kesehatan. Sebuah panggilan datang. Saya dipanggil untuk mengikuti tiga test sekaligus, tes tulis, psikotest dan wawancara. Entahlah, saat itu saya sedang masuk bekerja dan saya sempat bingung untuk mengambil kesempatan itu atau tidak. Tetapi dalam diri saya seperti ada yang menyuruh saya supaya saya segera pulang untuk pergi mengikuti test itu. Itu memang benar-benar mukjizat, saya dizinkan untuk pulang padahal waktu masih pagi. Diperjalanan saya terus memikirkan tentang test itu. Tanpa pikir panjang lagi, saya datang saja untuk memenuhi panggilan test tersebut. Setelah melewati tahapan test akhirnya saya diterima kerja. Mulai Juli 2016 sampai sekarang. Hal yang kemudian menjadi salah satu keputusan terbaik yang pernah saya ambil dalam hidup dan sangat saya syukuri sampai hari ini.
Perubahan itu menyakitkan, ia menyebabkan orang merasa tidak aman, bingung dan marah.
“Jangan tanyakan pada diri Anda apa yang dibutuhkan dunia. Bertanyalah apa yang membuat Anda hidup, kemudian kerjakan. Karena yang dibutuhkan dunia adalah orang yang antusias”
“Jangan pernah menyerah ketika Anda masih mampu berusaha lagi. Tidak ada kata berakhir sampai Anda berhenti mencoba”
Sekian dan terima kasih. JADILAH SERJANA YANG BERGUNA

Anak rantau